Assalamualaikum wr,wb
Pada kesempatan kali ini kami selaku dari
pengurus Rohis Nuril Qolby mengepost artikel-artikel yang mudah-mudahan
bermanfaat . :D
Di hari yang panas, disebuah kantin yang
sederhana berukuran 4x5 namun dengan kursi panjang dan meja. hari-harinya ramai
oleh setiap siswa yang hendak berbelanja atau sekedar bercanda.
selain siswa, guru-guru pun ikut serta sambil
membawa piring dan sendok diambilnya makanan yang telah tersedia. ya begitulah
kantin sekolahku, sederhana namun membawa berkah bagi berkelanjutnya hidup bagi
manusia bumi. namun ada yang istimewa di kantin ini banyak kucing yang seolah -
olah ikut mengambilberkah Illahi. walau ada yang membenci, namun tak jarang ada
yang memberi. kucing pun seolah mengerti, ia harus sudah beradaptasi di
lingkungannya sendiri. ketika ia merasa dibenci dengan rasa kecewa ia pergi,
namun ketika diberi ia sadar kalu ia diterima disini. kucing pun mulai
menyeleksi mana pembenci yang tak segan melempar sapu, botol, bahkan tak jarang
memukul dan melempar dengan bangku, bak pendemo yang seolah tak dihargai.
namun kucing pun ada yang tersenyum ketika diberi
daging sambil dielus kepalanya bak pengantin baru, sambil diberi ikan
disediakan dipiring bagai tamu di restoran seperti raja yang dilayani
permaisurinya.
gambaran yang begitu jelas ditemui dalam setiap
sudut kehidupan tanpa mengenal status, tempat, dan waktu. selalu terulang walau
dalam scenario berbeda, namun esensi atau pokok selalu tetaplah sama. dari
pengalaman sederhana, kita bisa petik hikmah kehidupan yang luas dari
pengalaman sederhana, kita temui mutiara yang menjadi kilauan sanubari. seekor
binatang yang diberi akal budi pun mengerti makna kehidupan yang mesti
dijalaninya, yang tak selalu sejalan dengan keinginannya. ingin diberi, namun
faktanya beda yang harus menerima pukulan dan lemparan. lalu bagaimana jika
ditarik ke kehidupan manusia yang memiliki tingkat kemuliaan lebih dari
binatang. karena Allah karuniakan akal pikiran.
tentu pengalaman kucing bisalah jadi pengalaman
berharga. sebagaimana kehidupan ini tidak selalu mulus sesuai dengan keinginan.
tentu ada masa ia pun harus merasakan apa yang dirasakan sang kucing merasa
jadi orang yang terusir. namun pada posisi seperti ini, manusia sering salah
memahaminya tidak seperti kucing yang berani kembali untuk mendapatkan haknya
dari kehidupan. manusia yang diberi akal, sering kali pergi berlalu dan merasa
ialah orang yang paling dianiaya oleh kehidupan sehingga ia begitu putus asa
dan menganggap Allah tidak adil memperlakukannya. dilain pihak, ada manusia
yang diperlakukan seperti kucing yang diperlakukan bagai raja. berbeda dengan
sang kucing, yang tersenyum dan mengatakan inilah hak saya dari kehidupan. yang
saya dapat hari ini dan mengucapkan terimakasih pada yang member hidup. manusia
yang diperlakukan seperti raja, mengatakan inilah usahaku aku sendiri yang
bekerja keras untuk ini jadi aku berhak untuk mendapatkannya, jika orang lain
mau iapun harus seperti aku, hanya itu jalan satu-satunya.
ia merasa jadi orang yang paling beruntung dan
paling tahu cara memperoleh keberuntungan. dan ia mendapat keberuntungan itu
untuk terus menambah dan menambah tanpa mau peduli yang menjadi hak Allah
baginya. ternyata kucing lebih mampu menyikapi kehidupannya dibanding manusia
seperti ini, ia lupa akan yang telah diberi kepadanya dan ketika ia tidak
diberi ia menyalahkan kehidupan yang begitu kejam kepadanya. inilah ciri orang
yang apabila ia memperoleh kesulitan ia putus asa. apabila ia diberi nikmat ia
kufur dengan nikmat tersebut.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita orang yang
seperti itu? Tak perlu dijawab, cukuplah intropeksi diri.
Lalu bagaimana mengembalikan kemuliaan manusia
agar tidak lebih rendah dari seekor kucing?
Jawabnya ada pada tuntunan mulia petunjuk luhur
yang dibawa oleh makhluk yang paling luhur yakni Syaidina Muhammad SAW. Beliau
pernah berpesan pada sahabatnya dengan perkataan indahnya yakni :
“Taukah kalian manusia ajaib? Sahabat mengatakan
hanya Allah dan Rasulnya yang tahu. Manusia ajaib adalah manusia yang tak
pernah rugi yakni jika ia diberi nikmat ia bersyukur, syukur jadi kebaikan. Dan
jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar maka sabar jadi kebaikan.
Jadi, yang menjadi kata kunci dari memaknai
kehidupan hanyalah dua kata. Kata “Syukur” dan “Sabar”. Mengingat dengan
kemajuan dan perkembangan zaman, orang sering dihadapkan dengan berbagai macam
permasalahan. Ada yang menyangkut masalah harta, kendaraan, anak, dan istri.
Namun permasalahan-permasalahan tersebut hanya bisa disikapi dengan penuh
kesabaran dan rasa bersyukur.
Sabar memang sering ringan diucapkan, namun amat
berat jika sudah dalam pelaksanaan. Ketika seorang dihadapkan dengan masalah,
orang lain sering mengatakan bersabarlah. Namun yang mempunyai masalah
terkadang begitu berat untuk melakukan.
Lalu pertanyaannya sekarang, apa sebenarnya sabar
itu? Kalau kita sedang mengerjakan tugas sekolah, teman-teman kita mengerjakan
soal hanya sebatas kemampuannya maka kita mengerjakan sedikit lebih dari
kemampuan kita. Dari contoh tersebut, bisa kita ambil makna sabar adalah
bertahan sedikit lebih lama daripada kemampuan. Contoh lain yakni, seandainya
teman-teman kita belajar 2 jam dalam setiap hari, maka orang yang sabar belajar
2 jam 1 menit setiap hari. Ini sudah termasuk dalam kategori orang itu
bersabar, karena kemampuannya hanya sebatas 2 jam tetapi ia mau 1 menit
mengusahakan lebih lama. Yang dipahami dari sabar yang banyak orang di masa
sekarang adalah kepasrahan terhadap apa yang menimpanya atau lebih tepat
ketidakberdayaan terhadap suatu masalah. Konsep ini tentu tidak sejalan dengan
pernyataan bahwa didalam kesulitan terdapat dua jalan kemudahan. Jadi sekali
lagi bahwa sabar yang benar adalah kemampuan untuk terus bertahan lebih lama
daripada kesanggupan, semoga kita dijadikan orang yang bersabar dalam menjalani
kehidupan.
Kata kunci yang kedua adalah syukur yang
merupakan wujud terimakasih kepada pemberi kenikmatan. Seringkali syukur ini
dicontohkan oleh rasul melalui riwayatnya. Yakni : ketika Rasul bersama
istrinya Siti Aisyah dimalam hari, Siti Aisyah mendapati Rasul sedang
melaksanakan Shalat malam. Siti Aisyah sedang melihat Rasul Shalat, kemudian
Siti Aisyah tidur dan beberapa jam kemudian, Siti Aisyah terbangun ia masih
Rasul sedang Shalat. Kemudian Siti Aisyah tidur kembali sampai sebelum
Shubuh, Siti Aisyah terbangun dilihatnya Rasul masih Shalat. Kemudian Siti
Aisyah bangun didapatinya kaki Rasullullah membengkak, maka Siti Aisyah
mengatakan kepada Rasul kenapa engkau melakukan hal seperti ini, bukankah
engkau adalah orang yang dicintai oleh Allah. Dan bukankah engkau dijamin masuk
surga, bukankah engkau sudah terbebas dari dosa bahkan engkau yang akan membuka
pintu surga. Namun kenapa engkau melakukan ibadah sedemikian seperti ini? Jawab
Rasullullah dengan indah mengatakan. Apakah aku tidak boleh menjadi hamba Allah
yang bersyukur?
Dari riwayatnya ini dapat dipahami makna yang
mendalam dari kalimat Syukur, tidak hanya meyakini bahwa pemberi nikmat adalah
Allah tidak hanya sekedar mengucap kalimat syukur. Namun lebih dari itu semua
dicontohkan bahwa syukur yang sesungguhnya adalah menggunakan nikmat yang
diberikan sesuai dengan keinginan pemberinya. Maka pantaslah jika orang yang
bersyukur akan terus ditambahkan nikmat baginya dan orang yang kufur, akan
celaka karena kesombongannya.
Dari sini kita dapat ambil pelajaran bahwa orang
yang cerdas tidak hanya belajar dari manusia saja, namun ia belajar dari apa
yang ia lihat dan ia dengar serta ia rasakan. Karena ketiga alat inilah yang
menjadi ujung tombak bagi akal untuk memahami.
Yang kedua, bahwa kehidupan merupakan ladang yang
luas untuk terus kita tanam dan kita pupuk guna mencari hikmah-hikmah
kehidupan.
Yang ketiga, bahwa kunci dari kehidupan ini
adalah bagaimana kita bisa menjalani kehidupan dengan sabar dan penuh rasa
syukur agar kita menjadi orang yang beruntung.
Dan yang terakhir semua itu bisa terwujud
manakala kita mampu untuk terus mendalami dan melatih diri kita mengikuti
ajaran luhur Rasullullah SAW.
Cukup sekian artikel yang kami buat ini semoga
bermanfaat bagi semua ,
wassalamualaikum wr.wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar